ANATOMI
DAN FISIOLOGI MATA
BULBUS OKULI
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Mata adalah bagian yang sangat penting,
karena merupakan salah satu dari panca indera manusia. Mata dapat berfungsi
dengan baik apabila ada cahaya. Dengan adanya cahaya ini maka mata akan dapat
melihat dengan baik. Bila di dalam kegelapan maka mata tidak mampu melihat
benda dikarenakan tidak ada cahaya yang masuk. Setiap mata terdiri atas sebuah bola
mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk
memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf yang
berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke otak.
B.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui anatomi bulbus okuli.
2. Untuk
mengetahui fisiologi organ bulbus okuli.
3. Kondisi
patologi/ kelainan pada bulbus okuli.
C.
Manfaat
Memberikan
informasi kepada pembaca mengenai anatomi, fisiologi, dan kondisi patologi organ
bulbus okuli.
BAB II
BULBUS OKULI
Bulbus okuli (bola mata) terbenam
dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah darinya oleh selubung fascia bola
mata. Bola mata terdiri atas dua
lapisan dari luar ke dalam, yaitu:
A.
Selubung Bulbus Okuli
Selubung bulbus okuli terdiri atas tiga lapisan dari
luar ke dalam, yaitu:
1. Tunika Fibrosa
Tunika fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan
bagian anterior yang transparan atau kornea.
a.
Sklera
Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan
tampak putih. Sklera menutupi 4/5 permukaan
belakang okuli, dengan permukaaan depan dibatasi kornea dan belakang oleh n
.optikus. Jika
tekanan intraokular meningkat, lamina fibrosa akan menonjol ke luar yang
menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat melalui oftalmoskop.
Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh
balik yang terkait yaitu vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan
kornea di depannya pada batas limbus.
b.
Kornea
Kornea adalah jaringan transparan
yang ukurannya sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini
disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada lengkungan ini
disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 di pusatnya (terdapat variasi menurut ras),
diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior
ke posterior kornea memiliki lima lapisan yang berbeda-beda. Lapisan epitel
(yang berbatasan dengan lapisa epitel konjungiva bulbaris), lapisan Bowman,
stroma, membran descement, dan lapisan endotel.
Lapisan epitel mempunyai lima atau enam
lapis sel. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aseluler, yang merupakan
bagian stroma yang berubah. Stroma kornea menyusun 90% ketebalan kornea. Bagian
ini tersusun atas jalinan lamella serat-serat kolagen dengan lebar sekitar
10-250 dan 1-2 yang mencakup hampir seluruh diameter kornea.
Lamella ini berjalan sejajar dengan permukaan kornea, dan karena ukuran dan
kerpatannya menjadi jernih secara optis. Lamella terletak di dalam suatu zat
dasar proteoglikan terhidrasi bersama keratosit yang menghasilkan kolagen da
zat dasar. Membran descement, yang merupakan lamella basalis endotel kornea,
memilki tampilan yang homogen dengan mikroskop cahaya tapi tampak belapis-lapis
dengan mikroskop elektron akibat perbedaan struktur antara bagian pra dan
pascanasalnya. Saat lahir, tebalnya sekitar 3 dan terus menebal selam ahidup, mencapai 10-12
. Endotel hanya
mempunyai satu lapis sel, tetapi lapisan ini berperan besar dalam
mempertahankan deturgesensi stroma kornea. Endotel kornea cukup rentan terhadap
trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan. Reparasi endotel
terjadi hanya dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit
pembelahan sel. Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema kornea.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah
pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquous, dan air mata. Kornea superfisial
juga mendapat sebagian oksigen dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik kornea
didapat dari cabang pertama (ophthalmicus) nervus kranialis V (trigeminus).
Transparansi kornea disebabkan oleh struktutrnya yang seragam, avaskularitas,
dan deturgensinya.
2.
Tunika Vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan: koroid,
korpus siliaris, dan iris.
a.
Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina
dan sklera. Koroid tersusun atas tiga lapis pembuluh darah koroid; besar,
sedang, kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam koroid, semakin lebar
lumennya. Bagian dalam pembuluh darah karoid dikenal dengan kariokapilaris.
Darah dari pembuluh karoid dialirkan melalui empat vena verticosa, satu di tiap
kuadran posterior. Koroid di sebelah dalam dibatasi oleh membran Bruch dan
sebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak diantara koroid dan sklera. Koroid melekat erat ke
posterior pada tepi-tepi nervus opticus. Di sebelah anterior, koroid bergabung
dengan korpuds siliaris. Kumpulan darah koroid mendarahi bagian luar retina
yang menyokongnya.
b.
Korpus siliaris
Korpus siliaris, yang secara kasar berbentuk segitiga
pada potongan melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke
pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris terdiri atas zona anterior yang
berombak-ombak, pars plicata (2 mm), dan zona posterior yang datar, pars plana
(4 mm). Processus siliaris berasal dari pars plicata. Processus siliaris ini
terutama terbentuk dari kapiler dan veba yang bermuara ke vena-vena vorticosa.
Kapiler-kapilernya besar dan berlubang-lubang sehingga membocorkan fluoresein
yang disuntikkan secara intravena.
Ada dua lapisan epitel siliaris, yaitu satu lapisan
tanpa pigmen di sebelah dalam, yang merupakan perluasan neuroretina ke
anterior, dan satu lapisan berpigmen di luar yang merupakan perluasan lapisan
epitel pigmen retina. processus siliaris dan epitel siliaris pembungkusya
berfungsi sebagai pembentuk aquos humor.
c.
Iris
Iris atau selaput pelangi adalah
daerah berbentuk gelang pada mata yang dibatasi oleh pupil dan sklera (bagian
putih dari mata). Tekstur visual dari selaput pelangi dibentuk selama perkembangan
janin dan menstabilkan diri sepanjang dua tahun pertama dari kehidupan janin.
Tekstur selaput pelangi yang kompleks membawa informasi sangat unik dan
bermanfaat untuk pengenalan pribadi. Kecepatan dan ketelitian dari sistem
pengenalan berbasis Iris sangat menjanjikan dan sangat memungkinkan untuk
digunakan pada sistem identifikasi berskala besar. Masing-masing selaput
pelangi adalah unik dan seperti sidik jari, tekstur selaput pelangi dari kembar
identik adalah berbeda. Tekstur dari selaput pelangi sangat sulit untuk dirusak
melalui pembedahan. Kelemahan dari pengenalan dengan selaput pelangi adalah
alat untuk akuisisi data relatif mahal, karena alat akuisisi harus menjamin
kenyamanan pengguna dalam memakainya.
d.
Tunica sensoria (retina)
Retina
terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan
luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak dengan corpus
vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ reseptornya. Ujung
anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora serrata, di tempat inilah
jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif dan
hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya.
Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan bagian belakang iris.
Di pusat
bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan, macula lutea,
merupakan daerah retina untuk penglihatan paling jelas. Bagian tengahnya berlekuk
disebut fovea sentralis.
Nervus
opticus meninggalkan retina lebih kurang 3 mm medial dari macula lutea melalui
discus nervus optici. Discus nervus optici agak berlekuk di pusatnya yaitu
tempat dimana ditembus oleh a. centralis retinae. Pada discus ini sama sekali
tidak ditemui coni dan bacili, sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut
sebagai bintik buta. Pada pengamatan dengan oftalmoskop, bintik buta ini tampak
berwarna merah muda pucat, jauh lebih pucat dari retina di sekitarnya.
B. Isi
Bulbus Okuli
1. Humor
Aqueousus
Aquous
humor adalah cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang.
Volumenya sekitar 250 , dan kecepatan
pembentukannya yang memiliki variasi diurnal adalah 2,5/menit. Tekanan
osmotiknya sediki lebih tinggi dari plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki
konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; protein, urea, dan
glukosa yang lebih rendah. Aquous humor diproduksi oleh corpus
ciliare.
2. Lensa
Crystalina
Lensa
adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir transparan
sempurna yang mempunyai kekuatan refraksi lensa 20 Dioptri. Tebalnnya sekitar 4
mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris. Zonula
menghubungkannya dengan corpus ciliare. Di sebelah anterior lensa terdapat
aquous humor sedangkan di sebelah posteriornya terdapat vitreus. Kapsul lensa
adalah suatu membran semipermeabel(sedikit lebih permeabel daripada dinding
kapiler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk.
Di
sebelah depan terdapat epitel subkapular. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-serat supepitel terus
diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi lebih besar dan kurang
elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang.
Gais-garis persambungan (suture line) yang terbentuk dari penyambungan
tepi-tepi serat lamelar tampak seperti huruf Y dengan slitlamp. Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik di
posterior.
Masing-masing
serat lamelar mengandung sebuah inti gepeng. Pada pemeriksaan mikroskop, inti
ini jelas di bagian perifer dekat ekuator dan berbatasan dengan lapisan epitel
subkapsular.
Lensa
ditahan ditempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai
zonula(zonula zinnii) yang tersusun atas banyak fibril. Fibril-fibril ini berasal
dari permukaan corpus ciliare dan menyisip ke dalam ekuator lensa.
65%
persen lensa terdiri dari air, sekitar 35%-nya protein (kandungan proteinnya
tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh). Selain itu, terdapat sedikit
sekali mineral seperti yang biasa ada di jaringan-jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan
lain.asam okrobat dab glutation terdapat daklam bentuk teroksidasi maupun
tereduksi.
Tidak
ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa.
3. Corpus
vitreum
Corpus vitreus berbentuk bulat (mirip agar—agar) yang
memiliki karakteristik tidak berwarna, transparan, mengisi ruang antara lensa
mata dan retina ke arah belakang mata,
permukaan anteriornya agak cekung, mengisi dua pertiga dari permukaan
mata. Vitreous diproduksi oleh beberapa sel selaput jala. Komposisinya hampir
sama dengan kornea tetapi hanya memiliki sangat sedikit sel (kebanyakan fagosit
yang menghilangkan serpihan sel dalam area visual), tanpa pembuluh darah maupun
saraf, volumenya terdiri atas agar-agar dan air yang tinggi (98-99)% dengan
garam, gula, vitrosin serta rangkaian kolagen dan asam hialuronat sekitar
(1-2)%. Jaringan serabut kolagen dengan molekul-molekul asam hialuronat membuat
badan kaca lentur. Serabut-serabut kolagen (serat-serat protein yang berasal
dari tropokolagen yang membentuk serabut-serabut bercabang yang merupakan
bangunan kerangka badan kaca di dalamnya terhadap asam hialuronat. Asam hialuronat
berfungsi untuk menentukan kapasitas ikatan air, bertindak sebagai substansi
perekat dengan sel-sel mirip makrofag yang memberikan kelenturan cairan badan
kaca.
Yang tampak begitu mengagumkan dari vitreous adalah meskipun
ia hanya memiliki sangat sedikit zat yang padat, ia dapat menahan mata. Disisi
lain, lensa mata terikat erat dengan sel. Meski demikian vitreous memiliki
kekentalan dua sampai empat kali kekentalan air murni. Vitreous juga memiliki
indeks bias 1.336.
BAB III
FISIOLOGI BULBUS OKULI
A. Sklera
Sklera berfungsi untuk melindungi
struktur mata yang sangat halus dari melekatnya otot bola mata.
B. Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui oleh berkas cahaya saaat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea
disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avascular, dan deturgesens.
Deturgesens atau keaadaan dehidrasi relatif jaringan korne, dipertahankan oleh
“pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.
Endotel lebih penting daripada dalam mekanisme dehidrasi, dan kerusakan pada
endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan pada epitel. Kerusakan sel-sel
endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan, yang cenderung
bertahan lama karena terbatasnya potensi perbaikan fungsi endotel. Kerusakan
pada epitel biasanya hanya menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea
yang akan menghilang dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat. Penguapan air
dari film air mata prakornea menyebabkan film air mata menjadi hipertonik;
proses tersebuat dan penguapan faktor-faktor yang menarik air dari stroma
kornea superfisial untuk mempertahankan keadaan dehidrasi.
Penetrasi obat melalui kornea yang utuh menjadi secara
bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi
larut-air dapat melalui stroma utuh. Jadi agar dapat melalui kornea, obat harus
larut-lemak sekaligus larut-air.
C. Koroid
Koroid
yaitu jaringan pembuluh darah yang sangat kompleks di lapisan mata bagian
tengah. Koroid memberikan nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan oleh
komponen-komponen bagian dalam mata.
D. Korpus
siliaris
Korpus siliaris berfungsi menyokong lensa,
memungkinkan lensa berubah bentuk, pupil berkontraksi karena kontraksi otot
sirkuler pada korpus siliaris, serta mensekresikan humor berair.
E. Iris
Fungsi Iris sebagai diagfragma
optik mata dan mengelilingi pupil sehingga merupakan pintu gerbang penglihatan
F. retina
Retina bertugas untuk
menangkap sinar cahaya yang masuk ke mata. Impuls cahaya tersebut kemudian
dikirim ke otak untuk diproses, melalui saraf optik.
Retina adalah jaringan
mata yang paling kompleks. Mata berfungsi suatu alat optik, suatu reseptor yang
kompleks, dan suatu transduser yang efektif. Sel-sel batang dan kerucut
mengubah ransangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh
jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan oksipital.
Fotoreseptor tersusun
sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut meningkat di makula (fovea),
semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer.
Di foveola, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut, sel
ganglionnya, dan serat-serat saraf yang keluar, sedangkan di retina perifer,
sejumlah fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama. Fovea berperan
dalam resolusi spasial (ketajaman penglihtan) dan penlglihatan warna yang baik,
keduanya memerlukan pencahayaan yang terang( penglihatan fotopik) dan paling
baik di foveola; sementara retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan
gerak, kontras, dan penglihatan malam (skotopik).
Fotoreseptor kerucut
dan batang terletak di lapisan terluar retina sensorik yang avaskular dan
merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali proses penglihatan.
Setiap sel fotoreseptor kerucut mengandung rhodopsin, suatu pigmen penglihatan
yang fotosensitif dan terbenam di dalam diskus bermembran ganda pada
fotoreseptor segmen luar. Pigmen ini tersusun atas dua komponen, sebuah protein
opsin dan sebuah kromofor. Opsin dalam rhodopsin adalah stocopsin, yang
terbentuk dari heliks transmembran. Opsin tersebut mengeliling kromofornya, retinal,
yang merupakan turunan dari vitamin A. Saat rhodopsin menyerap foton cahaya,
11-cis-retinal akan mengalami proses isomerisasi menjadi all-trans-retinal dan
akhirnya menjadi all-trans-retinol. Perubahan bentuk itu akan mencetuskan
terbentuknya kaskade penghantar kedua (secondary messsenger cascade). Puncak
arbsorbsi cahaya oleh rhodopsin terjadi pada panjang gelombang 500 nm, yang
merupakan daerah biru-hijau pada spektrum warna. Penelitian-penelitian
sensitivitas spektrum fotopigmen kerucut memperlihatkan puncak absorbsi panjang
gelombang, berturut=turut unutuk sel kerucut sensitif-biru, -hijau, dan –merah
pada 430, 450, dan 575 nm. Fotoigmen sel kerucut terdiri atas
11-cis-retinalyang terikat pada protein opsin dan scotopsin.
Penglihatan stocopik seliruhnya
diperantarai oleh fotoreseptor batang. Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap
ini, terliihat beragam corak abu-abu, tetapi warna—warnanya tidak dapat
dibedakan. Sewaktu retina telah beradaptasi penuh terhadap cahaya, sensitivitas
spektrum retina bergeser dari puncak dominasi rhodopsin 500 nm ke sekitar 560
nm, dan muncul sensasi warna. Suatu objek akan berwarna apabila objek tersebut
secara selektif memantulkanatau menyalurkan sinar dengan panjang gelombang
tertentu dalam kisaran spektrum warna tampak (400-700) nm. Penglihatan siang
hari (fotopik) terutama diperantarai oleh fotoreseptor kerucut, senjakala
(mesofik) oleh kombinasi sel kerucut dan batang, sedangkan malam (skotopik)
oleh fotoreseptor batang.
Fotoreseptor dipelihara
oleh epitel pigmen retina,yang berperan penting dalam proses penglihatan.
Pigmen ini berperan penting dalam fagositosis segmen luar fotoreseptor,
transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif
antara koroid dan retina. Membran basalis sel-sel epitel pigmen retina
membentuk lapisan dalam membran Bruch, yang juga tersusun atas matriks
ektraseluler khusus dan membran basalis koriokapilaris sebagai lapisan luarnya.
Sel-sel epitel pigmen retina mempunyai kemampuan terbatas dalam melakukan
regenerasi.
Humor
aqueous banyak sekali fungsi, antara lain :
1. Menjaga
tekanan intraocular dan memompa bola mata.
2. Menyediakan
nutrisi (seperti asam amino, gkukosa) untuk selaput pembuluh darah serta
kornea, jaringan Trabekular, lensa mata serta jaringan Vitreous.
3. Menyalurkan
Vitamin C sebagai anti oksidan.
4. Sebagai
antibodi melawan patogen.
5. Sebagai
pompa bagi kornea untuk mengembang untuk meningkatkan perlindungan dari debu,
udara, serbuk dan beberapa patogen. dan
6. Sebagai
indek bias.
7. pembawa
zat makanan dan oksigen untuk organ di dalam mata yang tidak berpembuluh darah
yaitu lensa dan kornea
8. mengangkut
zat buangan hasil metabolisme pada lensa dan kornea
H.
Lensa Crystalina
Lensa mata atau biasa disebut kristalin adalah
bagian mata yang terletak di belakang pupil mata yang berfungsi untuk
memfokuskan cahaya ke retina. Lensa didukung oleh otot yang disebut muskulus
siliaris (otot daging yang melingkar). Apabila otot ini berkontraksi akan
terjadi perubahan ukuran lensa. Kemampuan lensa mata ini dinamakan daya
akomodasi.
I.
Corpus vitreum
Adapun fungsi
dari corpus vitreus adalah:
1. Refraksi
dari cahaya konvergen atau menyebarkan melalui vitreus ke arah retina
2. Mempertahankan
bentuk dari bola mata
3. Penyangga,
yaitu melindungi retina dari tekanan luar, juga terhadap gel-gel kejut akibat
gerakan bola mata
4. Jembatan
memindahkan metabolik segmen anterior dan posterior.
BAB
IV
KONDISI PATOLOGI/ KELAINAN PADA MEDIA REFRAKSI
KONDISI PATOLOGI/ KELAINAN PADA MEDIA REFRAKSI
Adapun
kelainan yang dapat terjadi pada media refraksi adalah sebagai berikut:
A.
Dalam usia perkembangan embrio, sklera
terbentuk dari puncak saraf. Pada anak-anak, sklera berbentuk sangat tipis dan
terlihat warna kebiruan pada dasar pigmen. kemudian saat menginjak usia yang
semakin tua, tumpukan lemak pada sklera dapat membuatnya terlihat sedikit
kuning.
B. Astigmatisme
Astigmatisme atau mata silindris merupakan kelainan pada mata
yang disebabkan oleh karena lengkung kornea mata yang tidak merata. Kelainan
refraksi ini bisa mengenai siapa saja tanpa peduli status sosial, umur dan
jenis kelamin.
Bola mata dalam keadaan normal berbentuk seperti bola
sehingga sinar atau bayangan yang masuk dapat ditangkap pada satu titik di
retina (area sensitif mata). Pada orang astigmatisme, bola mata berbentuk
lonjong seperti telur sehingga sinar atau bayangan yang masuk ke mata sedikit menyebar
alias tidak fokus pada retina. Hal ini menyebabkan bayangan yang terlihat akan
kabur dan hanya terlihat jelas pada satu titik saja. Disamping itu, bayangan
yang agak jauh akan tampak kabur dan bergelombang.
Astigmatisme umumnya diturunkan dan sering muncul sejak anak
anak. Selain itu, astigmatisme juga bisa disebabkan oleh tekanan yang
berlebihan pada kornea, kebiasaan membaca yang buruk dan kebiasaan menggunakan
mata untuk melihat objek yang terlalu dekat.
Penderita astigmatisme yang belum diobati akan sering
mengeluh sakit kepala, kelelahan pada mata dan kabur saat melihat benda
berjarak dekat maupun jauh. Jika mengalami gejala tersebut dalam jangka waktu
yang lama, sebaiknya anda segera ke dokter mata untuk melihat kemungkinan
terjadinya astigmatisme.
Hampir semua derajat astigmatisme dapat dikoreksi dengan
kacamata atau lensa kontak. Pada penderita derajat ringan bahkan tidak
memerlukan koreksi sama sekali selama astigmatisme itu tidak disertai dengan
rabun jauh atau rabun dekat.
Kaca mata untuk penderita astigmatisme menggunakan lensa
silinder. Pilihan lain untuk mengobati astigmatisme adalah dengan operasi,
namun tindakan ini sangat terggantung dari kondisi pasien. Operasi dilakukan
dengan menggunakan laser untuk memperbaiki lengkung kornea.
C. Glaukoma
Glaukoma
adalah nama penyakit yang diberikan untuk sekumpulan penyakit mata di mana
terjadi kerusakan syaraf mata (nervus opticus) yang terletak di belakang mata
dan mengakibatkan penurunan penglihatan tepi (perifer) dan berakhir dengan
kebutaan. Pada kebanyakan orang, kerusakan syaraf mata ini disebabkan oleh
peningkatan tekanan di dalam bola mata sebagai akibat adanya hambatan sirkulasi
atau pengaliran cairan bola mata (cairan jernih yang membawa oksigen, gula dan
nutrient/zat gizi penting lainnya ke bagian-bagian mata dan juga untuk
mempertahankan bentuk bola mata). Pada sebagian pasien kerusakan syaraf mata
bisa juga disebabkan oleh suplai darah yang kurang ke daerah vital jaringan
nervus opticus, adanya kelemahan struktur dari syaraf atau adanya masalah
kesehatan jaringan syaraf.
D. Katarak
Katarak merupakan penyakit mata yang dicirikan dengan adanya kabut pada lensa mata. Lensa mata
normal transparan dan mengandung banyak air, sehingga cahaya dapat menembusnya dengan mudah. Walaupun sel-sel
baru pada lensa akan selalu terbentuk, banyak faktor yang dapat
menyebabkan daerah di dalam lensa menjadi buram, keras, dan pejal. Lensa yang
tidak bening tersebut tidak akan bisa meneruskan cahaya ke retina untuk
diproses dan dikirim melalui saraf optik ke
otak.
Penyakit katarak banyak terjadi di negara-negara
tropis seperti Indonesia. Hal ini berkaitan dengan faktor penyebab katarak,
yakni sinar ultraviolet yang berasal dari sinar matahari. Penyebab lainnya
adalah kekurangan gizi yang dapat mempercepat proses berkembangnya penyakit katarak.
Sebagian
besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut. Data statistik
menunjukkan bahwa lebih dari 90% orang berusia di atas 65 tahun menderita katarak. Sekitar 550% orang berusia 75— 85
tahun daya penglihatannya berkurang akibat katarak. Walaupun sebenarnya dapat
diobati, katarak merupakan penyebab utama
kebutaan di dunia.
Sayangnya, Seorang penderita katarak mungkin tidak menyadari telah mengalami
gangguan katarak. Katarak terjadi secara perlahan-perlahan sehingga penglihatan
penderita terganggu secara berangsur. karena umumnya katarak tumbuh sangat
lambat dan tidak mempengaruhi daya penglihatan sejak awal. Daya penglihatan
baru terpengaruh setelah katarak berkembang
sekitar 3—5 tahun. Karena itu, pasien katarak biasanya menyadari
penyakitnya setelah memasuki stadium kritis.
Pada awal serangan, penderita katarak merasa gatal-gatal pada mata, air
matanya mudah keluar, pada malam hari penglihatan terganggu, dan tidak bisa
menahan silau sinar matahari atau sinar lampu. Selanjutnya penderita akan melihat selaput seperti awan di depan
penglihatannya. Awan yang menutupi lensa mata tersebut akhirnya semakin
merapat dan menutup seluruh bagian mata. Bila sudah sampai tahap ini, penderita akan kehilangan penglihatannya.
Secara umum terdapat 4 jenis katarak seperti
berikut:
1. Congenital, merupakan katarak yang terjadi sejak
bayi lahir dan berkembang pada tahun pertama dalam hidupnya. Jenis katarak ini sangat jarang terjadi.
2. Traumatik, merupakan katarak yang terjadi karena kecelakaan pada mata.
3. Sekunder, katarak yang disebabkan oleh konsumsi
obat seperti prednisone dan kortikosteroid, serta penderita diabetes. Katarak
diderita 10 kali lebih umum oleh penderita diabetes daripada oleh populasi
secara umum.
4. Katarak yang berkaitan dengan usia, merupakan jenis
katarak yang paling umum. Berdasarkan lokasinya, terdapat 3 jenis katarak ini,
yakni nuclear sclerosis, cortical, dan posterior subcapsular. Nuclear sclerosis
merupakan perubahan lensa secara perlahan sehingga menjadi keras dan berwarna
kekuningan. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat
(pandangan baca), bahkan pandangan baca dapat menjadi lebih baik. Penderita
juga mengalami kesulitan membedakan warna,
terutama warna birru. Katarak jenis cortical terjadi bila serat-serat
lensa menjadi keruh, dapat menyebabkan silau terutama bila menyetir pada malam
hari. Posterior subcapsular merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang
lensa. Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi
cahaya terang, serta pandangan baca menurun.
Gejala umum gangguan katarak
meliputi :
·
Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut
menghalangi objek.
·
Peka terhadap sinar atau cahaya.
·
Dapat melihat dobel pada satu mata.
·
Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat
membaca.
·
Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada
saat hamil muda. Penyebab katarak lainnya meliputi :
·
Faktor keturunan.
·
Cacat bawaan sejak lahir.
·
Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
·
Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
·
Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam
waktu yang cukup lama.
·
Operasi mata sebelumnya.
·
Trauma (kecelakaan) pada mata.
·
Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.
E.
Ablasio Retina
Ablasio Retina adalah suatu keadaan lepasnya retina sensoris
dari epitel pigmen retina (RIDE). keadaan ini merupakan masalah mata yang
serius dan dapat terjadi pada usia berapapun, walaupun biasanya terjadi pada
orang usia setengah baya atau lebih tua. Ablasio retina lebih besar
kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada
orang orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina.
Ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit mata lain, seperti tumor,
peradangan hebat, akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Bila
tidak segera dilakukan tindakan, ablasio retina dapat menyebabkan cacat
penglihatan atau kebutaan yang menetap.
F.
Ulkus kornea
Ulkus Kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai
oleh adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas
jaringan kornea dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea merupakan
hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Ulkus
kornea yang luas memerlukan penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah
perluasan ulkus dan timbulnya komplikasi seperti desmetokel, perforasi,
endoftalmitis.
Penyakit kornea adalah penyakit mata
yang serius karena menyebabkan gangguan tajam penglihatan, bahkan dapat
menyebabkan kebutaan. Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan
kornea akibat kematian jaringan kornea.
Ulkus biasanya terbentuk akibat;
infeksi oleh bakteri (misalnya stafilokokus, pseudomonas, atau pneumokokus),
jamur virus (misalnya herpes) atau protozoa akantamuba, selain itu ulkus kornea
disebabkan reaksi toksik, degenerasi, alergi dan penyakit kolagen vaskuler.
Kekurangan vitamin A atau protein, mata kering (karena kelopak mata tidak
menutup secara sempurna dan melembabkan kornea).
Faktor resiko terbentuknya antara
lain adalah cedera mata, ada benda asing di mata, dan iritasi akibat lensa
kontak.
Bila pertahanan normal pada mata seperti epitel kornea
mengalami gangguan, resiko terjadinya infeksi sangat tinggi. Penyebab
yang mungkin seperti trauma langsung pada kornea, penyakit alis mata yang
kronis, abnormalitas tear film yang mengganggu keseimbangan permukaan bola mata
dan trauma hipoksia akibat pemakaian lensa kontak.
Koloni bakteri patologi pada lapisan kornea bersifat
antigen dan akan melepaskan enzim dan toksin. Hal ini akan mengaktifkan reaksi
antigen antibodi yang mengawali proses inflamasi. Sel-sel PMN pada kornea akan
membentuk infiltrat. PMN berfungsi memfagosit bakteri. Lapisan kolagen stroma
dihancurkan oleh bakteri dan enzim leukosit dan proses degradasi berlanjut
meliputi nekrosis dan penipisan. Karena penipisan lapisan ini, dapat terjadi
perforasi menyebabkan endoftalmitis. Bila kornea telah sembuh, dapat timbul
jaringan sikatrik yang menyebabkan penurunan tajam penglihatan. Bakteri gram
positif lebih banyak menjadi penyebab infeksi bakterialis di dunia bagian
selatan. Psaeudomonas aeruginosa paling banyak ditemukan pada ulkus kornea
dan keratitis karena lensa kontak.
Terbentuknya ulkus pada kornea
mungkin banyak ditentukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel
baru dan sel radang. Dikenal ada 2 bentuk tukak pada kornea, yaitu
sentral dan marginal/perifer.
Tukak kornea sentral disebabkan oleh infeksi bakteri,
jamur, dan virus. Sedangkan perifer umumnya disebabkan oleh reaksi
toksik, alergi, autoimun, dan infeksi. Infeksi pada kornea perifer
biasanya disebabkan oleh kuman Stafilokok aureus, H. influenza, dan M. lacunata.
Ulkus kornea ada beberapa jenis,
yaitu:
1. Ulkus Kornea Sentral
Ulkus kornea sentral dapat disebabkan oleh pseudomonas, streptococcus,
pneumonia, virus, jamur, dan alergi. Pengobatan ulkus kornea secara umum adalah
dengan pemberian antibiotika yang sesuai dan sikloplegik.
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan
dan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini
dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini
dan diobati secara memadai. Ulserasi supuratif sentral dahulu hanya disebabkan
oleh S pneumonia. Tetapi akhir-akhir ini sebagai akibat luasnya penggunaan
obat-obat sistemik dan lokal (sekurang-kurangnya di negara-negara maju),
bakteri, fungi, dan virus opurtunistik cenderung lebih banyak menjadi penyebab
ulkus kornea daripada S pneumonia.
a) Ulkus kornea sentral dengan hipopion
tampak
sebagai lapis pucat di bagian bawah kamera anterior dan khas untuk Ulkus
sentral biasanya merupakan ulkus infeksi akibat kerusakan pada epitel. Lesi
terletek di sentral, jauh dari limbus vaskuler. Hipopion biasanya (tidak
selalu) menyertai ulkus. Hipopion adalah pengumpulan sel-sel radang yang ulkus
sentral kornea bakteri dan fungi. Meskipun hipopion itu steril pada ulkus
kornea bakteri, kecuali terjadi robekan pada membran descemet, pada ulkus fungi
lesi ini mungkin mengandung unsur fungi.
b)
Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus kornea
yang khas biasanya terjadi pada orang dewasa yang bekerja di bidang konstruksi,
industri, atau pertanian yang memungkinkan terjadinya cedera mata. Terjadinya
ulkus biasanya karena benda asing yang masuk ke mata, atau karena erosi epitel
kornea. Dengan adanya defek epitel, dapat terjadi ulkus kornea yang disebabkan
oleh mikroorganisme patogen yang terdapat pada konjungtiva atau di dalam
kantong lakrimal. Banyak jenis ulkus kornea bakteri mirip satu sama lain dan
hanya bervariasi dalam beratnya penyakit. Ini terutama berlaku untuk ulkus yang
disebabkan bakteri oportunitik (misalnya Streptococcus alfa-hemolyticus, Staphylococcus
aureus, Staphylococcus epidermidis, Nocardia, dan M fortuitum-chelonei), yang
menimbulkan ulkus indolen yang cenderung menyebar perlahan dan superficial.
Ulkus
sentral yang disebabkan Streptococcus beta-hemolyticus tidak memiliki ciri
khas. Stroma kornea disekitarnya sering menunjukkan infiltrat dan sembab, dan
biasanya terdapat hipopion yang berukuran sedang. Kerokan memperlihatkan kokus
gram (+) dalam bentuk rantai. Obat-obat yang disarankan untuk pengobatan adalah
Cefazolin, Penisillin G, Vancomysin dan Ceftazidime.
Ulkus kornea
sentral yang disebabkan Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, dan
Streptococcus alfa-hemolyticus kini lebih sering dijumpai daripada sebelumnya,
banyak diantaranya pada kornea yang telah terbiasa terkena kortikosteroid
topikal. Ulkusnya sering indolen namun dapat disertai hipopion dan sedikit
infiltrat pada kornea sekitar. Ulkus ini sering superficial, dan dasar
ulkus teraba padat saat dilakukan kerokan. Kerokan mengandung kokus gram (+)
satu-satu, berpasangan, atau dalam bentuk rantai. Keratopati kristalina
infeksiosa telah ditemukan pada pasien yang menggunakan kortikosteroid topikal
jangka panjang, penyebab umumnya adalah Streptococcus alfa-hemolyticus.
c)
Ulkus Kornea Fungi
Ulkus kornea
fungi, yang pernah banyak dijumpai pada pekerja pertanian, kini makin banyak
diantara penduduk perkotaan, dengan dipakainya obat kortikosteroid dalam
pengobatan mata. Sebelum era kortikosteroid, ulkus kornea fungi hanya timbul
bila stroma kornea kemasukan sangat banyak mikroorganisme. Mata yang belum
terpengaruhi kortikosteroid masih dapat mengatasi masukkan mikroorganisme
sedikit-sedikit.
1)
Ulkus kornea akibat jamur (fungi)
Ulkus fungi
itu indolen, dengan infiltrate kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata
pada bola mata, ulserasi superficial, dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrat,
di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama laserasi). Lesi utama merupakan
plak endotel dengan tepian tidak teratur dibawah lesi kornea utama, disertai
dengan reaksi kamera anterior yang hebat dan abses kornea.
Kebanyakan
ulkus fungi disebabkan organisme oportunistik seperti Candida, Fusarium,
Aspergillus, Penicillium, Cephalosporium, dan lain-lain. Tidak ada ciri khas
yang membedakan macam-macam ulkus fungi ini.
Kerokan dari
ulkus kornea fungi, kecuali yang disebabkan Candida umumnya mengandung
unsur-unsur hifa; kerokan dari ulkus Candida umumnya mengandung pseudohifa atau
bentuk ragi, yang menampakkan kuncup-kuncup khas.
d) Ulkus Kornea Virus
1) Keratitis Herpes Simpleks
Keratitis herpes
simpleks ada dua bentuk yaitu primer dan rekurens. Keratitis ini adalah
penyebab ulkus kornea paling umum dan penyebab kebutaan kornea paling umum di
Amerika. Bentuk epitelialnya adalah padanan dari herpes labialis yang memiliki
ciri-ciri imunologik dan patologik sama juga perjalanan penyakitnya. Perbedaan
satu-satunya adalah bahwa perjalanan klinik keratitis dapat berlangsung lama
karena stroma kurang vaskuler sehingga menghambat migrasi limfosit dan makrofag
ke tempat lesi. Penyakit stroma dan endotel tadinya diduga hanyalah respons
imunologik terhadap partikel virus atau perubahan seluler akibat virus, namun
sekarang makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa infeksi virus aktif dapat
timbul di dalam stroma dan mungkin juga sel-sel endotel selain di jaringan lain
dalam segmen anterior seperti iris dan endotel trabekel. Kortikosteroid topikal
dapat mengendalikan respons peradangan yang merusak namun memberi peluang
terjadinya replikasi virus. Jadi setiap kali menggunakan kortikosteroid topikal
harus ditambahkan obat anti virus.
Herpes
simpleks primer pada mata jarang ditemukan dan bermanifestasi sebagai
blefarokonjungtivitis vesikuler kadang-kadang mengenai kornea dan umumnya
terdapat pada anak-anak muda. Terapi anti virus topikal dapat dipakai untuk profilaksis
agar kornea tidak terkena dan sebagai terapi untuk penyakit kornea.
Gejala
pertama umumnya iritasi, fotofobia dan berair-air. Bila kornea bagian pusat
terkena terjadi sedikit gangguan penglihatan. Lesi paling khas adalah ulus
dendritik. Ini terjadi pada epitel kornea, memiliki bulbus terminalis pada
ujungnya. Ulkus geografik adalah sebentuk penyakit dendritik menahun yang lesi
dendritiknya berbentuk lebih lebar. Tepian ulkus tidak kabur. Sensasi kornea
menurun. Lesi epitelial kornea lain yang dapat ditimbulkan HSV adalah keratitis
epitelial “blotchy”, keratitis stelata dan keratitis filamentosa.
2)
Keratitis Virus Varicella-Zoster
Infeksi
virus varicella-zoster (VZV) terjadi dalam dua bentuk yaitu primer (varicella)
dan rekurens (zoster). Manifestasi pada mata jarang terjadi pada varicella
namun sering pada zoster oftalmik. Berbeda dari keratitis HVS rekurens yang
umumnya hanya mengenai epitel, keratitis VZV mengenai stroma dan uvea anterior
pada awalnya. Lesi epitelnya keruh dan amorf kecuali kadang-kadang ada
pseudodendritlinier yang sedikit mirip dendrit pada keratitis HSV. Kekeruhan
stroma disebabkan oleh edema dan sedikit infiltrat sel yang awalnya hanya
subepitel. Kehilangan sensasi kornea selalu merupakan ciri mencolok dan sering
berlangsung berbulan-bulan setelah lesi kornea tampak sembuh. Acyclovir
intravena dan oral telah dipakai dengan hasil baik untuk mengobati herpes
zoster oftalmik. Kortikosteroidtopikal mungkin diperlukan untuk mengobati untuk
mengobati keratitis berat, uveitis dan glaukoma sekunder.
B. Ulkus Kornea Perifer
1. Ulkus Dan Infiltrat Marginal
Kebanyakan
ulkus kornea marginal bersifat jinak namun sangat sakit. Ulkus ini timbul
akibat konjungtivitis bakteri akut atau menahun khususnya blefarokonjungtivitis
stafilokokus. Ulkus timbul akibat sensitisasi terhadap produk bakteri, antibodi
dari pembuluh limbus bereaksi dengan antigen yang telah berdifusi melalui
epitel kornea. Infiltrat dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linier atau
lonjong terpisah dari limbus oleh interval bening dan hanya pada akhirnya
menjadi ulkus dan mengalami vaskularisasi. Proses ini sembuh sendiri umumnya
setelah 7 sampai 10 hari. Terapi terhadap blefaritis umumnya dapat mengatasi
masalah ini, untuk beberapa kasus diperlukan kortikosteroid topikal untuk
mempersingkat perjalanan penyakit dan mengurangi gejala. Sebelum mamekai
kortikosteroid perlu dibedakan keadaan ini yang dulunya dikenal sebagai
ulserasi kornea catarrhal dari keratitis marginal.
2. Ulkus Mooren
Penyebab
ulkus mooren belum diketahui namun diduga autoimun. Ulkus ini termasuk ulkus
marginal. Pada 60-80 kasus unilateral dan ditandai ekstravasi limbus dan kornea
perifer yang sakit dan progresif dan sering berakibat kerusakan mata. Ulkus
mooren paling sering terdapat pada usia tua namun agaknya tidak berhubungan
dengan penyakit sistemik yang sering diderita orang tua. Ulkus ini tidak
responsif terhadap antibiotik maupun kortikosteroid. Belakangan ini telah
dilakukan eksisi konjungtiva limbus melalui bedah dalam usaha untuk
menghilangkan substansi perangsang. Keratoplasi tektonik lamelar telah dipakai
dengan hasil baik pada kasus tertentu. Terapi imunosupresif sistemik ada
manfaatnya untuk penyakit yang telah lanjut.
Untuk melakukan diagnosis bisanya
dilakukan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata, yaitu:
§ Ketajaman
penglihatan
§ Tes
refraksi
§ Pemeriksaan
slit-lamp
§ Keratometri
(pengukuran kornea)
§ Respon
refleks pupil
§ Goresan
ulkus untuk analisis atau kultur
§ Pewarnaan
kornea dengan zat fluoresensi
BAB
V
RINGKASAN
RINGKASAN
Bulbus
okuli (bola mata) tersusun atas selubung dan isi. Selubung okuli terdiri atas
tunika fibrosa, tunika vascilosa, dan tunika nervosa. Tunika fibrosa meliputi
sklera dan kornea. Tunika vasculosa meliputi koroid,
korpus siliaris, dan iris. Sedangkan tunika nervosa yaitu retina. Isi bulbus okuli meliputi humor
aqueousus,lensa crystalina,
dan korpus vitreum. Bagian-bagian tersebut saling bekerja sama dalam proses
penglihatan sehingga kita bisa melihat benda-benda di sekitar kita.
Adapun
kelainan yang dapat terjadi pada media refraksi baik disebabkan oleh virus,
fungi, pertambahan usia maupun kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik antara lain:
Skleritis (Peradangan Sklera) astigmatisme, glaukoma,
katarak, ablasio kornea, dan ulkus kornea.
BAB
VI
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Eva, Paul Riordan dan Whitcher, John P. 2010. Oftalmologi Umum. Ed.17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar